Jumat, 20 Juni 2014

Pembelajaran Sebagai Pilar Utama


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah teoritis, dan dengan demikian tidak secara lansung dapat diobservasi.
Kita telah melihat individu mengalami pembelajaran, melihat individu berperilaku dalam cara tertentu sebagai hasil dari pembelajaran, dan kita semua telah belajar dalam suatu tahap dalam hidup kita. Dengan perkataan lain, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran telah terjadi ketika seorang individu berperilaku, bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari pengalaman dengan satu cara yang berbeda dari caranya berperilaku sebelumnya. Hal-hal inilah yang akan mendidik seorang untuk menjadi orang yang terdidik.
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup dimasa depan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui UNESCO mencanangkan empat pilar pendidikan, yakni : Learning to know, Learing to do, Learning to live together, Learning to be.
Dari latar belakang diatas, melalui makalah ini penulis bermaksud membahas lebih jelas mengenai pembelajaran sebagai empat pilar pendidikan tersebut.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, Bagaimana pembelajaran sebagai empat pilar utama pendidikan?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Sebagai bahan pembelajaran untuk pembaca.
2.      Berbagi informasi mengenai empat pilar utama pendidikan
3.      Melengkapi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pembelajaran sebagai pilar utama pendidikan
Komisi pendidikan untuk abad 21 (unesco 1996 ) melihat bahwa hakikatnya pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Sebelumnya sehingga UNESCO mulai tahun 1997 sudah mulai menggali kembali dan memperkenalkan The Four Pillars of Education untuk mengantisipasi perubahan yang bukan hanya linear tetapi mungkin eksponensial yang diantisipasi akan terjadi dalam masyarakat yang mengglobal. Secara lebih rinci, keempat pilar tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1.      Learning To Know
2.      Learning To Do
3.      Learning To Live Together, Learning To With Others
4.      Learning To Be
1.      Learning to know
Learning to know adalah upaya memahami instrument-instrument pengetahuan baik sebagai alat atau sebagai tujuan. Sebagai alat pengetahuan tersebut diharapkan akan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat dan martabatnya. Learning to Know yang dimaksud disini adalah bukan sebatas mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat selama-lamanya dengan setepat-tepatnya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah diberikan, tetapi kemampuan memahami makna dibalik materi yang telah diterimanya. Misalnya, tidak sulit mengingat peristiwa kemerdekaan 17 Agustus 1945, tetapi kemampuan memahami apa makna sebenarnya dari revolusi kemerdekaan Indonesia. Untuk mengkondisikan masyarakat belajar yang efektif dewasa ini, Diperlukan pemahaman yang jelas tentang “apa” yang perlu diketahui, bagaimana” mendapatkan Ilmu pengetahuan, “mengapa” ilmu pengetahuan perlu diketahui, “untuk apa” dan “siapa” yang akan menggunakan ilmu pengetahuan itu. Belajar untuk tahu diarahkan pada peserta didik agar mereka memiliki pengetahuan fleksibel, adaptable, value added dan siap memakai bukan siap pakai. Karena itu hakekat dari “Learning to Know” adalah proses pembelajaran yang memungkinkan pelajar/mahasiswa menguasai teknik memperoleh pengetahuan dan bukan semata-mata memperoleh pengetahuan. 
2.       Learning to Do: 
Belajar untuk mengaplikasikan ilmu, bekerja sama dalam tim, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Learning to do merupakan konsekuensi logis dari learning to know. Kelemahan model pendidikan dan pengajaran kita selama ini adalah banyaknya mengajarkan “omong” dan kurang menuntun orang untuk “berbuat”.
Semangat “retorika” lebih besar daripada semangat “action”. Yang dimaksud dengan learning to do bukanlah kemampuan berbuat yang mekannis dan pertukangan tanpa pemikiran, tetapi action in thinking, berbuat dan berfikir, learning by doing. Dengan demikian, peserta didik akan terus belajar bagaimana memperbaiki dan menumbuh kembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep intlektualitasnya. 
Dalam proses pembelajaran, ditekankan agar peserta didik menghayati proses belajar dengan melakukan sesuatu yang bermakna “Active Learning ” peserta didik memperoleh kesempatan belajar dan berlatih untuk dapat menguasai dan memiliki standar kompetensi dasar yang dipersyaratkan dalam dirinya. Proses pembelajaran yang dilakukan menggali dan menemukan informasi (information searching and exploring), mengolah informasi dan mengambil keputusan (information procesing and making skill) serta memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skill). 
3.      Learning to live together: 
Belajar memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya. Learning to live together ini menuntun seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi “educated person yang bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya, maupun bagi seluruh ummat manusia sebagai amalan agamanya. Prof. Zhou Nan-zhai menyatakan bahwa dari empat pilar pendidikan, ketiga yang lain mendukung terlaksananya pembelajaran nilai-nilai kehidupan kebersamaan (learning to live together). Learning to know merupakan instrument pemahaman akan diri sendiri dan orang lain, serta wawasan untuk dapat belajar hidup kebersamaan. Learning to do memungkinkan pembelajar untuk mengaplikasikan pemahamannya dan bertindak secara kreatif terhadap lingkungan sehingga tercapai kehidupan kebersamaan yang damai, learning to be menggaris bawahi dimensi penting dalam pengembangan hubungan sosial manusia yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kebersamaan. Learning to live together menjadi penting khususnya menghadapi dunia yang penuh konflik dan banyaknya pelanggaran akan hak-hak asasi manusia. Kehidupan yang damai ini bukan hanya menjadi tanggung jawab negara, tetapi masyarakat, orang tua, siswa/mahasiswa, guru/dosen dan semua pihak. Dalam lingkup Asia-Pasifik yang ditandai dengan keragaman budaya, bahasa, tatanan geografis, sosio-politik, agama dan tingkat ekonomi kaum muda perlu dipajankan kepada keindahan dari keragaman kultural ini. Learning to live together diperlukan dalam globalisasi yang kooperatif tetapi sekaligus juga pelestarian nilai-nilai budaya dan kemanusiaan sedemikian sehingga ada usaha bersama untuk saling mengasihi dalam kehidupan bersama. 
4.      Learning to be: 
Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Manusia pada zaman ini dapat hanyut di telan masa jika ia tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning to be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuan sehingga mampu menggali dan menentukan nilai kehidupannya sendiri-cultivating their own end- dalam hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya. Proses pembelajara yang memungkinkan lahirnya manusia terdidik dengan sikap mandiri. Kemandirian belajar merupakan kunci terbentuknya rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri untuk berkembang secara mandiri. Sikap percaya diri akan lahir dari pemahaman dan pengenalan diri secara tepat. Belajar mandiri harus didorong melalui penumbuhan motivasi diri. Banyak pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam melatih kemandirian peserta didik misalnya: Pendekatan sinektik, problem soving, keterampilan proses, discovery, inquiry, kooperatif, dan sebagainya Pendekatan pembelajaran tersebut mengutamakan keterlibatan peserta didik secara efektif. Pendekatan-pendektan pembelajaran ini pada dasarnya suatu proses sosial, peserta didik dibantu dalam melakukan peran sebagai pengamat yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi. Meskipun guru dapat memberikan situasi masalah, namun dalam penerapannya, peserta didik mencari, menanyakan, memeriksa dan berusaha menemukan sendiri hal-hal yang dipelajari. Para peserta didik mulai berpikir berdasarkan kemampuan dan pengalamannya masing-masing secara logis. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran Strategi pembelajaran keterampilan proses lebih menekankan pada kegiatan-kegiatan yang berpusat pada pengembangan kreativitas belajar peserta didik. Penerapan strategi pembelajaran keterampilan proses dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dengan menciptakan kondisi pembelajaran yang bervariasi dalam menumbuhkan motivasi peserta didik untuk belajar lebih dalam, mendorong rasa ingin tahu lebih lanjut dan memotivasi untuk berpikir kreatif.
B.     Garis Besar Mengenai ke Empat Pilar Pendidikan UNESCO
a.      Kekuatan
Ke empat pilar pendidikan tersebut dirancang sangat bagus, dengan tujuan yang bagus pula, dan sesuai dengan keadaan zaman sekarang yang menuntut pesera didik tidak hanya diajarkan IPTEK, kemudian dapat bekerja sama dan memecahkan masalah, akan tetapi juga hidup toleran dengan orang lain ditengah-tengah maraknya perbedaan pendapat dimasyarakat. Dengan ke kempat pilar ini akan bisa tercapai pendidikan yang berkualitas.
b.      Kelemahan
Meskipun ke empat pilar pendidikan ini dirancang sedemikian bagusnya, namun perlu diingat, masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut, seperti kurangnya SDM guru yang benar-benar “mumpuni”, perbedaan pola pikir setiap masyarakat atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan, kemudian ada lagi fasilitas, fasilitas yang masih minim akan sangat menghambat kemajuan proses belajar mengajar, dan kendala-kendala lain.
c.       Peluang
Apabila pendidikan di Indonesia diarahkan pada ke empat pilar pendidikan ini, maka pada gilirannya masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia.
d.      Ancaman
Ke empat pilar pendidikan UNESCO ini bisa menjadi bumerang bagi peserta didik dan pengajar apabila tujuan atau keinginan yang hendak dicapai tidak kunjung terwujud. Bisa jadi akan muncul sikap pesimis dan putus asa kehilangan kepercayaan diri.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hakikat pendidikan sesungguhnya adalah belajar. UNESCO mulai tahun 1997 sudah mulai menggali kembali dan memperkenalkan The Four Pillars of Education yaitu :
a.    Learning to know
b.    Learning to Do
c.    Learning to Live together
d.   Learning to be
Keempat pilar ini masing-masing mempunyai tujuan yang berbeda namun saling keterkaitan. Learning to Know mengajarkan seseorang untuk tidak mengetahui saja materi ataupun ilmu yang mereka dapat, tetapi mereka juga harus tau makna yang terkandung didalamnya. Learning to Do mengajarkan seseorang untuk lebih banyak melakukan tindakan daripada omongan. Learning to Live Together menuntun seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi “educated person yang bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya, maupun bagi seluruh ummat manusia sebagai amalan agamanya. Sedangkan Learning to Be mengajarkan Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama.
Dari keempat pilar ini juga memiliki kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman, empat pilar ini akan menjadi baik apabila dipergunakan dengan baik, begitu juga sebaliknya apabila keempat pilar ini tidak dipergunakan sebagaimana mestinya maka akan menjadi bumerang sendiri bagi kita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar