BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang
relatif permanen terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Seorang manusia dapat
melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep
tersebut adalah teoritis, dan dengan demikian tidak secara lansung dapat
diobservasi.
Kita telah melihat individu mengalami pembelajaran,
melihat individu berperilaku dalam cara tertentu sebagai hasil dari
pembelajaran, dan kita semua telah belajar dalam suatu tahap dalam hidup kita.
Dengan perkataan lain, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran telah terjadi
ketika seorang individu berperilaku, bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari
pengalaman dengan satu cara yang berbeda dari caranya berperilaku sebelumnya.
Hal-hal inilah yang akan mendidik seorang untuk menjadi orang yang terdidik.
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa,
tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan
kualitas pendidikan bagi suatu bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab
kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang
berkualitas saja yang bisa bertahan hidup dimasa depan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui UNESCO
mencanangkan empat pilar pendidikan, yakni : Learning to know, Learing to do, Learning to live together, Learning to
be.
Dari latar belakang diatas, melalui makalah ini
penulis bermaksud membahas lebih jelas mengenai pembelajaran sebagai empat
pilar pendidikan tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut, Bagaimana pembelajaran sebagai empat pilar utama pendidikan?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Sebagai
bahan pembelajaran untuk pembaca.
2. Berbagi
informasi mengenai empat pilar utama pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembelajaran sebagai pilar utama
pendidikan
Komisi pendidikan untuk abad 21
(unesco 1996 ) melihat bahwa hakikatnya pendidikan sesungguhnya adalah belajar
(learning). Sebelumnya sehingga UNESCO mulai tahun 1997 sudah mulai menggali kembali dan memperkenalkan The
Four Pillars of Education untuk mengantisipasi perubahan yang bukan hanya
linear tetapi mungkin eksponensial yang diantisipasi akan terjadi dalam
masyarakat yang mengglobal. Secara lebih rinci, keempat pilar tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Learning To Know
2.
Learning To Do
3.
Learning To Live
Together, Learning To With Others
4.
Learning To Be
1.
Learning to know
Learning to know adalah upaya memahami
instrument-instrument pengetahuan baik sebagai alat atau sebagai tujuan. Sebagai
alat pengetahuan tersebut diharapkan akan memberikan kemampuan setiap orang
untuk memahami berbagai aspek lingkungan agar mereka dapat hidup dengan harkat
dan martabatnya. Learning
to Know yang dimaksud disini adalah bukan sebatas mengetahui dan memiliki
materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat selama-lamanya
dengan setepat-tepatnya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah
diberikan, tetapi kemampuan memahami makna dibalik materi yang telah
diterimanya. Misalnya, tidak sulit mengingat peristiwa kemerdekaan 17 Agustus
1945, tetapi kemampuan memahami apa makna sebenarnya dari revolusi kemerdekaan
Indonesia. Untuk mengkondisikan masyarakat belajar yang efektif dewasa ini,
Diperlukan pemahaman yang jelas tentang “apa” yang perlu diketahui, bagaimana”
mendapatkan Ilmu pengetahuan, “mengapa” ilmu pengetahuan perlu diketahui,
“untuk apa” dan “siapa” yang akan menggunakan ilmu pengetahuan itu. Belajar
untuk tahu diarahkan pada peserta didik agar mereka memiliki pengetahuan
fleksibel, adaptable, value added dan siap memakai bukan siap pakai. Karena itu
hakekat dari “Learning to Know” adalah proses pembelajaran yang memungkinkan
pelajar/mahasiswa menguasai teknik memperoleh pengetahuan dan bukan semata-mata
memperoleh pengetahuan.
2.
Learning to Do:
Belajar untuk mengaplikasikan ilmu, bekerja sama dalam
tim, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Learning to do merupakan
konsekuensi logis dari learning to know. Kelemahan model pendidikan dan
pengajaran kita selama ini adalah banyaknya mengajarkan “omong” dan kurang
menuntun orang untuk “berbuat”.
Semangat “retorika” lebih besar daripada semangat “action”. Yang dimaksud dengan learning to do bukanlah kemampuan berbuat yang mekannis dan pertukangan tanpa pemikiran, tetapi action in thinking, berbuat dan berfikir, learning by doing. Dengan demikian, peserta didik akan terus belajar bagaimana memperbaiki dan menumbuh kembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep intlektualitasnya.
Semangat “retorika” lebih besar daripada semangat “action”. Yang dimaksud dengan learning to do bukanlah kemampuan berbuat yang mekannis dan pertukangan tanpa pemikiran, tetapi action in thinking, berbuat dan berfikir, learning by doing. Dengan demikian, peserta didik akan terus belajar bagaimana memperbaiki dan menumbuh kembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep intlektualitasnya.
Dalam proses pembelajaran, ditekankan agar peserta
didik menghayati proses belajar dengan melakukan sesuatu yang bermakna “Active
Learning ” peserta didik memperoleh kesempatan belajar dan berlatih untuk dapat
menguasai dan memiliki standar kompetensi dasar yang dipersyaratkan dalam
dirinya. Proses pembelajaran yang dilakukan menggali dan menemukan informasi
(information searching and exploring), mengolah informasi dan mengambil
keputusan (information procesing and making skill) serta memecahkan masalah
secara kreatif (creative problem solving skill).
3.
Learning to live
together:
Belajar memahami dan menghargai orang lain, sejarah
mereka dan nilai-nilai agamanya. Learning to live together ini menuntun
seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi “educated person yang
bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya, maupun bagi seluruh ummat manusia
sebagai amalan agamanya. Prof. Zhou Nan-zhai menyatakan bahwa dari empat pilar
pendidikan, ketiga yang lain mendukung terlaksananya pembelajaran nilai-nilai
kehidupan kebersamaan (learning to live together). Learning to know merupakan
instrument pemahaman akan diri sendiri dan orang lain, serta wawasan untuk
dapat belajar hidup kebersamaan. Learning to do memungkinkan pembelajar untuk
mengaplikasikan pemahamannya dan bertindak secara kreatif terhadap lingkungan
sehingga tercapai kehidupan kebersamaan yang damai, learning to be menggaris
bawahi dimensi penting dalam pengembangan hubungan sosial manusia yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kebersamaan. Learning to
live together menjadi penting khususnya menghadapi dunia yang penuh konflik dan
banyaknya pelanggaran akan hak-hak asasi manusia. Kehidupan yang damai ini
bukan hanya menjadi tanggung jawab negara, tetapi masyarakat, orang tua,
siswa/mahasiswa, guru/dosen dan semua pihak. Dalam lingkup Asia-Pasifik yang
ditandai dengan keragaman budaya, bahasa, tatanan geografis, sosio-politik,
agama dan tingkat ekonomi kaum muda perlu dipajankan kepada keindahan dari
keragaman kultural ini. Learning to live together diperlukan dalam globalisasi
yang kooperatif tetapi sekaligus juga pelestarian nilai-nilai budaya dan
kemanusiaan sedemikian sehingga ada usaha bersama untuk saling mengasihi dalam
kehidupan bersama.
4.
Learning to be:
Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang
bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Manusia pada zaman ini dapat
hanyut di telan masa jika ia tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning
to be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuan sehingga mampu menggali dan
menentukan nilai kehidupannya sendiri-cultivating their own end- dalam hidup
bermasyarakat sebagai hasil belajarnya. Proses pembelajara yang memungkinkan
lahirnya manusia terdidik dengan sikap mandiri. Kemandirian belajar merupakan
kunci terbentuknya rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri untuk berkembang
secara mandiri. Sikap percaya diri akan lahir dari pemahaman dan pengenalan
diri secara tepat. Belajar mandiri harus didorong melalui penumbuhan motivasi
diri. Banyak pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam melatih
kemandirian peserta didik misalnya: Pendekatan sinektik, problem soving,
keterampilan proses, discovery, inquiry, kooperatif, dan sebagainya Pendekatan
pembelajaran tersebut mengutamakan keterlibatan peserta didik secara efektif.
Pendekatan-pendektan pembelajaran ini pada dasarnya suatu proses sosial,
peserta didik dibantu dalam melakukan peran sebagai pengamat yang berhubungan
dengan permasalahan yang dihadapi. Meskipun guru dapat memberikan situasi
masalah, namun dalam penerapannya, peserta didik mencari, menanyakan, memeriksa
dan berusaha menemukan sendiri hal-hal yang dipelajari. Para peserta didik
mulai berpikir berdasarkan kemampuan dan pengalamannya masing-masing secara
logis. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan salah satu alternatif pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran Strategi
pembelajaran keterampilan proses lebih menekankan pada kegiatan-kegiatan yang
berpusat pada pengembangan kreativitas belajar peserta didik. Penerapan
strategi pembelajaran keterampilan proses dapat membantu guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran dengan menciptakan kondisi pembelajaran yang
bervariasi dalam menumbuhkan motivasi peserta didik untuk belajar lebih dalam,
mendorong rasa ingin tahu lebih lanjut dan memotivasi untuk berpikir kreatif.
B.
Garis
Besar
Mengenai ke Empat Pilar Pendidikan UNESCO
a.
Kekuatan
Ke
empat pilar pendidikan tersebut dirancang sangat bagus, dengan tujuan yang
bagus pula, dan sesuai dengan keadaan zaman sekarang yang menuntut pesera
didik tidak hanya diajarkan IPTEK, kemudian dapat bekerja sama dan memecahkan
masalah, akan tetapi juga hidup toleran dengan orang lain ditengah-tengah
maraknya perbedaan pendapat dimasyarakat. Dengan ke kempat pilar ini akan
bisa tercapai pendidikan yang berkualitas.
b.
Kelemahan
Meskipun
ke empat pilar pendidikan ini dirancang sedemikian bagusnya, namun perlu
diingat, masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut,
seperti kurangnya SDM guru yang benar-benar “mumpuni”, perbedaan pola
pikir setiap masyarakat atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan,
kemudian ada lagi fasilitas, fasilitas yang masih minim akan sangat menghambat
kemajuan proses belajar mengajar, dan kendala-kendala lain.
c.
Peluang
Apabila
pendidikan di Indonesia diarahkan pada ke empat pilar pendidikan ini, maka pada
gilirannya masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang bermartabat di
mata masyarakat dunia.
d.
Ancaman
Ke empat pilar
pendidikan UNESCO ini bisa menjadi bumerang bagi peserta didik
dan pengajar apabila tujuan atau keinginan yang hendak dicapai tidak
kunjung terwujud. Bisa jadi akan muncul sikap pesimis dan putus asa kehilangan
kepercayaan diri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat pendidikan sesungguhnya adalah belajar.
UNESCO mulai tahun 1997 sudah mulai menggali kembali dan memperkenalkan The
Four Pillars of Education yaitu :
a.
Learning to know
b.
Learning to Do
c.
Learning to Live
together
d.
Learning to be
Keempat pilar ini
masing-masing mempunyai tujuan yang berbeda namun saling keterkaitan. Learning
to Know mengajarkan seseorang untuk tidak mengetahui saja materi ataupun ilmu
yang mereka dapat, tetapi mereka juga harus tau makna yang terkandung
didalamnya. Learning to Do mengajarkan seseorang untuk lebih banyak melakukan
tindakan daripada omongan. Learning to Live Together menuntun seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi “educated
person yang bermanfaat baik bagi diri dan masyarakatnya, maupun bagi seluruh
ummat manusia sebagai amalan agamanya. Sedangkan Learning to Be mengajarkan Belajar
untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan
tujuan bersama.
Dari keempat pilar ini juga memiliki kekuatan,
kelemahan, peluang serta ancaman, empat pilar ini akan menjadi baik apabila
dipergunakan dengan baik, begitu juga sebaliknya apabila keempat pilar ini
tidak dipergunakan sebagaimana mestinya maka akan menjadi bumerang sendiri bagi
kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar